Jumat, 28 Agustus 2020

Senja di ufuk barat

Maaf aku tak seperti dulu, aku kini telah berlalu, melalui banyak cerita di saksikan oleh bertambahnya umur dan berkurangnya waktu, aku yang Tak membatu, kini menuju restu sang ilahi.
Garis jalan terus aku susuri, tak berharap ada duri tapi pasti kerikil aku harus terka dengan kaki telanjang yang mungkin akan terluka. Luka dalam suka dan luka kadang membawa duka.
Bagiku itu semua bukan penghalang untuk tetap menjemput asa masa demi masa. Karena aku kadang merindukan masalalu tapi bulu kuduk ku berdiri tegak karena disana ada goresan bahagia yang menasbihkan dosa, dosa yang mungkin seribu manusia juga akan rasakan tapi satu manusia yaitu aku yang harus merasa binasa dan putus asa apabila tak berusaha memohon ampunan.
Kini semua sudah menuju senja, garis Mega merah di ufuk barat mulai menyingsing teratur menunjukkan gelap akan menjemput, matahari telah sirna datanglah bulan sebagai penghias bersama bintang gemintang.
Aku yang tak seperti dulu saat menjemput malam sehabis berlarian, becanda ria, bercengkrama bahkan sampai tak mengenal waktu. Kini aku berbeda, jalan ku mulai semaking terjal malamku bersama dingin angin malam yang tubuh tak lagi kebal menerima kehadirannya, sebentar saja tak ku kenakan kain tebal maka tubuh akan terasa hangat dan dahakpun menjadi pengiring.
Aku yang mulai masuk senja binar mata dan gerak bibir tak lagi pantas untuk menikmati dosa. Karenanya pantas aku yang sudah mulai menuju senja berbuatlah kebaikan menuju sang rabb

KESAKSIAN WAKTU



untuk dirimu disana, engkau selalu risau dengan keadaan ini, jarak yang aku ciptakan bukanlah pengingkaran hati untuk hapuskan keabadian rasa dalam ulu hati, semua rasa kisah dan kasih akan selalu tertata rapi dalam naskah penantian ini.
tahun telah kita lalui, gundah menyertai langkah kaki, saat aku jauh melangkah melintasi sebrang. tanya bergemuruh dalam hati dengan lafadz lafadz, haruskah dan bagaimanakah tinta emas penantian panjang akan menggores keringnya daun pisang simpul pengabdian terhadap sang waktu.
sudah tak ada lagi bait-bait puisi yang harus terucap diantara semunya malam dan bisingnya peradaban. hanya ikrar setia untuk selalu menjaga cinta sampai cinta itu kembali pada kodrat keabadian persaksian. 

Sabtu, 08 Agustus 2020

Iman menjamin keamanan

 

Assalamualaikum wr wb, selamat berkreasi, dan beristirahat untuk saudara seiman dan beriman. Izinkan pada kesempatan ini saya menyapa anda sekalian dengan sapaan persaudaraan, sapaan cinta dan kasih dan sapaan untuk selalu mensyukuri atas segala nikmat yang berikan oleh Allah Tuhan kita sekalian. 
Yang perlu kita sadari bahwa kita manusia hanyalah bentuk fana yang dalam hitungan waktu kita akan rasakan hal yang paling kita butuhkan yaitu rasa sehat dan lapangnya waktu. 
Yang masih muda dan punya banyak kesempatan untuk menata hidup guna menjemput takdir maka perlulah kiranya untuk mengelola sehat dan waktu sebaik dan semaksimal mungkin, tentu harus tetap berpegangan pada entitas tertinggi manusia iyalah sabar. Tidak benar harus berputus asa dan menyalahkan suatu peristiwa yang pernah terjadi karena buah dari kelalaian, baiknya dijadikan sabagai media instrospeksi diri agar baik dan lebih baik dari hari kemarin.
Karena hari kemarin adalah hari penuntun untuk mengantarkan kita pada ruas jalan yang sesungguhnya entah jalan yang terjal dan berkelok dan ataukah jalan yang lurus dan baik untuk menyelamatkan kita dari kepedihan.
Dari peristiwa yang lalu. Tidak harus menafikkan peristiwa-peristiwa yang lain. Namun pada kesempatan ini saya akan mendorong untuk berfikir secara khusus untuk belajar dari masa lalu, mempersiapkan perjalanan masa depan dan menikmati jalan yang sedang kita lalui, Arif dan bijak bilamana kita mencatat sejarah bapak dan ibu kita. Karena beliau-beliaulah petunjuk yang sesungguhnya tentang hidup kita, utamanya pelajaran tentang tabah dan sabar yang mungkin kita tidak akan sabar bilamana itu di timpakan pada kita. Logika gampangannya, saat kita masih di bangku sekolah diceritrakan tentang kejamnya masa penjajahan dan kejamnya rezim.
Iya mungkin waktu itu yang tergambar betapa berkeringatnya para pahlawan yang tercatat dalam buku sejarah, tapi saat ini kita tinggikan nilai perjuangan para pahlawan dengan syurah Al Fatihah, dan mari kita juga sejenak berfikir dan seolah ada pada peristiwa itu dan berfikir bagaimana kondisi kakek, nenek, ibu dan bapak kita waktu itu 
Tentu akan terbayang betapa pilunya hidup dimasa itu yang mana hidupnya harus berlindung di gubuk reyot bersama rasa takut akan serangan penjajah yang sesekali bisa saja menghantamkan granat dan menekan pelatuk senjata apinya. 
Selain takut akan serangan ketakutan yang paling nyata takut untuk makan apakah esok lusa dan seterusnya, mengingat hasil bumi dan pekerjaan hanya milik bangsawan para penjajah dan rakyat hanyalah buruh kasar dan bahkan hanya difungsikan sebagai romusa, maka di gambarkan kurus kering dan bahkan ada yang harus mati kelaparan, karena dengan keterpaksaannya hanya makan dedaunan yang hijau bahkan ada yang sudah menguning, faforitnya adalah Aking (singkong yang di potong kecil-kecil dikeringkan).
Sungguh beliau para pendahulu kakek dan nenek, begitupun bapak dan ibu kita benar sudah menjalankan amanat Al Qur'an untuk melawan rasa jhu' (lapar) khauf (takut) dengan tetap berpegang teguh kepada keyakinannya yaitu tetap yakin bahwa Allah lah yang akan senantiasa menciptakan kesedihan menuju kebahagiaan dan akan menciptakan kehidupan menuju kematian. (Al faqir, khoirus).

Senin, 03 Agustus 2020

Tutur kata si mungil yang angkuh dan sombong

Sebait kata terurai diatas putih kertas karena goresan pena. Aku rindu yang tak seharusnya di rindukan, karena aku tak pantas untuk merindu.

Aku terlalu mudah berbohong pada hati, pada hari, pada waktu, pada pemilik dari semua yang aku sebutkan.
Aku hanyalah rintik hujan yang jatuh ke bumi tak ada makna pada dedaunan yang mulai menguning karena gersangnya tanah yang memberikan kehausan begitu berkepanjangan karena panjangnya kemarau.
Aku pendosa penuh noda, tak kan cukup luas dan dalam lautan tuk membasuh dan mensucikan dosa-dosa yang terhina dalam hidupku. Dosa yang bermakna untuk hati yang cendrung akan kehinaan karena belenggu nafsu yang angkuh akan kenikmatan sementara.
Aku yang tak tahu harus memulai dari mana untuk mengungkapkan penyesalan, lafal mungkin sudah tak lagi menghadirkan makna, karena lafal bagian dari syiasat dalam setiap cerita yang telah lalu, sujud, rujuk dan tahmid pun mungkin hanya tak lebih bernilai ritual untuk menggugurkan kewajiban karena takutnya akan siksa neraka.
Entah aku harus memulai dari mana untuk mengilhami ridha' akan dosa-dosa yang telah lalu, karena kebodohan yang terlanjur dan dengan sengaja aku Carikan pembenaran untuk sedikit menenangkan hati yang sesungguhnya selalu berakhir gundah.
Oh tuhan aku hanya rindu ampunan mu, tidaklah aku rindukan yang lainnya. Karena hanya dengan ampunan mu aku akan mengerti nikmatnya menyesali dosa-dosa yang telah lalu, hanya dengan ampunan mu aku akan tenang dalam mengakhiri hayat, dan hanya dengan ampunanmu rindu ini akan terobati kalaupun aku harus tetap memetik buah akan dosa-dosa yang telah lalu 
Tuhan ridha'i tutur dari mahluk mungil ini. akan tetapi penuh dengan kesombongan dan keangkuhan hingga sering ingkar akan nikmat-nikmat yang engkau suguhkan, aku tak lagi membenarkan khilaf manusia jika itu atas dorongan kalap, tuhan aku yang mungil akan mengulangi tutur mungil yang aku anggap sebagai do'a yang semoga engkau limpahkan Rahman dan rahimnya untuk aku yang akan berusaha untuk mengingat tumpukan dosa yang mungkin jauh lebih banyak dari tumpukan sekarung pasir dan bintang gemintang di langit yang luas.
Tuhan tidak ada yang aku rindukan selain ampunan mu, astaufirullah haladzim alladzi lailahaillahuwal halyul qayyum waatubuilaihi.

Pertanda malam untuk pak tani

begitu indah dan teraturnya tuhan (Allah) menciptakan alam, sehingga dalam setiap peristiwa menjadi pertanda, pagi datang dengan terbit...