Sabtu, 02 Mei 2020

Cinta dalam makna




Makna cinta, cinta tak bermakna.

Terciptanya manusia suatu kesengajaan, sengaja tuhan ciptakan dalam bentuk Adam dan hawa, dari kedua bentuk manusia itu Tuhan menakdirkan adanya otak dan rasa, rasa untuk saling mencintai dan mengasihi. Yang mana cinta dan kasih itu membutuhkan perjuangan untuk mampu menciptakan harapan menjadi kenyataan yaitu benih dari cinta dan kasih.
Tentu kita anak manusia mengamini akan kisah Adam dan hawa yang membutuhkan waktu yang sangat panjang untuk bisa kembali bertemu dan membina ikatan cinta hingga lahirnya anak Adam dan hawa, yaitu keberadaan kita saat ini.
Iya hemat penulis tidak dalam rangka untuk menelisik sejarah ataupun pandangan tentang posisi Adam dan hawa saat di surga dan lalu di turunkannya ke muka bumi ini, akan tetapi lebih pada bagaimana sikap kita mengambil ibrah dari perjalan panjang keduanya, yang mana di pisahkan dalam waktu yang sangat lama untuk bisa kembali berjumpa, nah waktu panjang itulah yang di dalamnya menjadi roman antara Adam dan hawa.
Kisah cinta yang abadi sehingga terciptalah tatanan cinta dalam lembaga hidup Bani adam seperti saat ini. Maka kita selaku manusia keturunan nabi Adam, tidaklah harus menganggap mudah saat berbicara tentang hati yang mana hati itu sendiri merupakan mesin penggerak dalam mencintai dan mengasihi. Di dalam hatilah tempat cinta dan rasa antara laki-laki dan perempuan.
Cinta bukan hal baru dalam ruang kehidupan, cinta merupakan cara dan wujud lama, akan tetapi selalu terasa baru dari waktu, hari, tahun, abad dan hingga berakhirnya kisah hidup manusia, dengan cinta manusia mampu bijaksana, mampu menjadi wibawa, mampu menjadi jenaka dan bahkan ada sebagian karena cinta manusia menjadi gila.
Cinta tak lebih ibarat pisau dengan sang bijak dan pembajak, jika pisau berada di tangan orang manusia yang bijak maka akan berfungsi untuk memotong sayur, mencincang daging ayam dan sapi dan mengupas semua kebutuhan untuk memenuhi hasrat manusia lainnya yang mencintai kelezatan santapan hidup. Namun jika pisau berada di tangan pembajak, bisa saja pisau itu berfungsi untuk memotong tangan, menusuk perut yang tak berdosa dan menghilangkan nyawa tanpa hak, yang mana tujuan dari pembajak hanyalah untuk memenuhi hasrat individu sedangkan manusia lainnya harus merasakan luluh lantak ya kelezatan hidup karena harus mengalami nestapa.
Tinggallah kita menentukan apakah kita akan menjadi bijak dalam cinta ataukah menjadi pembajak cinta. Kesemuanya kembali pada individu yang mencintai dan dicintai, tanpa harus memaksa cinta untuk sempurna, karena cinta memang tidak akan pernah sempurna. Cinta hanya memposisikan dirinya sebagaimana pemiliknya.
Merupakan ketidak Adilan apabila kita mengalami kegagalan dalam cinta lalu menyalahkan cinta, sebab cinta tidak pernah mengisyaratkan suatu penyiksaan, cinta hanya akan selalu mengarahkan pada rasa syahdu dan manisnya kisah, cinta tidak akan pernah menyiksa karena siksaan hanyalah buah kemarahan sedangkan kemarahan lawan dari cinta ialah buah dari kebencian.
Maka dia yang gagal dalam cinta tidak harus lantas menyalahkan cinta, tapi dialah pemilik cinta yang tak mampu mengungkap kebenaran akan cinta, kebenaran akan indahnya kandungan cinta, kebenaran akan tirakat-tirakat cinta yang mutlak membutuhkan pengorbanan, jiwa, raga bahkan harta, karena cinta tanpa pengorbanan makan ibarat jiwa tanpa raga. Sehingga beradaan cinta tanpa pengorbanan ibarat raja tak bertahta.
Dengan begitu bagi kita yang mengerti hati dengan cintanya akan senantiasa berusaha untuk menjaga cinta itu untuk hati yang menampakan hadirnya keindahan tanpa adanya penghianatan yang menimbulkan penistaan. 

Pertanda malam untuk pak tani

begitu indah dan teraturnya tuhan (Allah) menciptakan alam, sehingga dalam setiap peristiwa menjadi pertanda, pagi datang dengan terbit...